Pengadaan helikopter AW 101 rugikan negara Rp738,9 miliar
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan pengadaan helikopter AgustaWestland (AW) 101 yang ditujukan untuk kendaraan VIP/VVIP Presiden merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.
"Terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar sebagaimana Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 yang dilakukan ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 tanggal 31 Agustus 2022," kata JPU KPK Arief Suhermanto pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Hal tersebut terungkap dalam sidang pembacaan dakwaan untuk terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia.
Perbuatan Irfan tersebut dilakukan bersama-sama dengan Lorenzo Pariani selaku Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products, Bennyanto Sutjiadji selaku Direktur Lejardo, Pte. Ltd., Agus Supriatna selaku Kepala Staf Angkatan Udara dan Kuasa Pengguna Anggaran Januari 2015 - Januari 2017, Heribertus Hendi Haryoko selaku Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Kadisada AU) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada 2015 - 20 Juni 2016.
Selanjutnya bersama-sama dengan Fachri Adamy selaku Kadisada AU dan PPK pada 20 Juni 2016 - 2 Februari 2017, Supriyanto Basuki selaku Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) Kasau pada 2015 - Februari 2017, dan Wisnu Wicaksono selaku Kepala Pemegang Kas Mabes TNI AU periode 2015 - Februari 2017.
Diketahui pagu anggaran Kementerian Pertahanan dan TNI tahun anggaran 2016 adalah Rp13,313 triliun dan sebesar Rp742,5 miliar dialokasikan untuk pengadaan helikopter VIP/VVIP Presiden.
Irfan Kurnia lalu melakukan pendekatan ke Asrena Kasau Mohammad Syafei pada Mei 2015 dan membicarakan agar helikopter AW 101 dapat diterbangkan pada acara HUT TNI AU tanggal 4 April 2016.
Maka pada 14 Oktober 2015, Irfan langsung memesan satu unit helikopter VVIP AW-101 kepada Perusahaan AgustaWestland dan pada 15 Oktober 2015 ia membayar uang tanda jadi (booking fee) sebesar 1 juta dolar AS atau Rp13.318.535.000 atas nama PT Diratama Jaya Mandiri kepada AgustaWestland. Padahal saat itu belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU.
Helikopter itu sesungguhnya adalah helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.
Namun, dalam rapat kabinet terbatas 3 Desember 2015, Presiden Joko Widodo bahkan meminta agar pembelian Heli AW 101 tidak dilakukan karena kondisi ekonomi tidak normal sehingga anggaran heli VVIP RI1 diblokir sebesar Rp742,5 miliar.
Oleh karena Irfan telah memesan heli AW 101 dan sudah membayar tanda jadi maka Kasau saat itu Agus Supriatna melalui Asrena Kasau Supriyanto Basuki membuat usulan perubahan pengadaan yang semula pengadaan helikopter VVIP RI-1 menjadi helikopter angkut berat, meski spesifikasi hanya ditambahkan Cargo Door on the starboard side (inc. type III escape hatch) dengan harga usulan Rp742.475.410.040.
"Padahal seharusnya spesifikasi teknis helikopter angkut AW-101 Seri 500 dengan konfigurasi misi angkut berbeda dengan spesifikasi teknis helikopter AW-101 Seri 600 dengan konfigurasi VVIP," tambah Jaksa Arief.
Heribertus selaku Kadisada TNI AU sekaligus PPK lalu membuat harga perkiraan sendiri (HPS) dan langsung menyebut helikopter merek AW-101 sebagaimana arahan Agus Supriatna dengan estimasi harga total sebesar Rp739.186.746.815,30, meskipun saat itu pagu anggaran pengadaan helikopter masih diblokir.